Terdamparnya
dua ekor hiu tutul atau hiu paus (whale shark) di Pantai Pandansimo dan
Pantai Pelangi, Bantul diperkirakan akibat terjebak tekstur karang
pesisir selatan Jawa yang tak rata. Teori ini diungkapkan oleh Donan
Satria Yudha, pengajar di Laboratorium Sistematika Hewan, Fakultas
Biologi Universitas Gadjah Mada.
Menurut dia pada periode Mei hingga Juli merupakan masa reproduksi hewan laut yang hidup di karang dan koral. Pada masa ini banyak sperma biota laut terlepas di sekitar karang sehingga mengundang ikan-ikan kecil dan plankton mendatanginya karena ini sumber makanan berlimpah.
"Sementara hiu tutul atau hiu paus makanannya adalah ikan kecil dan plankton itu, makanya pasti ikan-ikan besar ini mendekati kawasan sekitar karang periode Mei sampai Juli," kata Donan kepada Tempo, Ahad, 5 Agustus 2012.
Periode ini, kata dia, ternyata bertepatan dengan menurunnya suhu kutub bumi, baik di selatan maupun utara, sehingga membuat rombongan whale shark ramai-ramai pergi ke perairan di tengah bumi untuk mencari kawasan yang lebih hangat.
Maka, lanjut dia, wajar banyak nelayan pesisir selatan jawa melihat gerombalan hiu bernama latin Rhyncodon Typus ini saat melaut ke tengah. Ikan ini suka berpindah-pindah tergantung banyak makanan dan kehangatan suhu perairan. "Mereka kosmopolitan, makanya selama ini sering muncul di laut selatan atau laut banda, tapi kemudian menghilang," kata Donan.
Saat hiu-hiu whale shark mendekati kawasan tumbukan karang di pesisir selatan Jawa inilah mereka mudah terdampar ke pantai. Kata Donan, morfologi karang pesisir selatan bergelombang atau sebagian menggunung dan lainya menurun membentuk palung dan lembah karang. "Kalau air pasang hiu ini bisa sampai ke lembah karang pesisir selatan, tapi saat air surut mereka pasti susah balik ke tengah karena badannya besar," Donan menjelaskan.
Donan menambahkan, hiu yang bukan tipe predator ganas tersebut mudah terseret ombak ke pantai saat mencoba kembali ke tengah laut sesudah mencari makan di lembah-lembah karang pesisir selatan Jawa.
Malangnya, kata Donan, meski hiu ini bisa membesar badannya seperti ikan paus sehingga disebut pula hiu paus, spesies whale shark bukan mamalia sehingga tetap bernafas dengan ingsang seperti ikan biasa. "Ikan ini mudah lemas kalau sudah terseret ombak ke sekitar pesisir yang dangkal, akibatnya mereka mudah terdampar kalau sudah begitu," Donan menambahkan.
Kata Donan hiu yang tak bergigi tajam ini satwa langka sehingga International Union for Conservation of Nature (IUCN) memberi status vulnerable (hampir punah). IUCN, kata dia mencatat hiu spesies ini populasinya hanya 200 sampai 400 ekor saja di seluruh dunia.
Karena itu, Donan berpendapat, bangkai hiu ini lebih baik diawetkan untuk keperluan pendidikan dan penelitian karena kajian terhadap spesies ini masih jarang di Indonesia. Tak mengherankan, kata Donan, sebutanya di Indonesia juga bisa hiu paus (karena badan besar seperti paus), tapi juga biasa disebut hiu tutul (karena badan penuh tutul. "Tapi pengawetan butuh dana besar, kalau tidak ada dana lebih baik dikubur, jika dikonsumsi bisa mendorong persepsi publik ikan ini berkhasiat sehingga akan memicu perburuan satwa langka," ujar dia.
Pada Jumat malam kemarin, satu lagi hiu tutul atau hiu paus terdampar di Pantai Pelangi, Dusun Mancingan, Kelurahan Parangtritis, Kecamatan Kretek, Bantul. Besar badan hiu ini hampir sama dengan ikan sejenis yang dua hari sebelumnya terdampar di Pantai Pandansimo, Kecamatan Srandakan Bantul. "Sekitar Pukul 19.00 posko kami menerima laporan warga ada ikan besar di pantai barat Parangkusumo, Setelah tengah malam sudah mendekati pantai dan masih megap-megap, tapi 4 jam kemudian mati," kata Ketua Tim Search and Rescue (SAR) Pantai Parangtritis, Ali Sutanto.
Proses evakuasi hiu ini cukup sulit mengingat volume badannya sebesar dua kali perahu nelayan. Puluhan anggota Tim SAR dan warga setempat baru bisa menarik badan hiu ke tepian pantai yang jauh dari terjangan ombak pada sekitar Pukul 11.00 Sabtu siang kemarin . "Semalaman kami coba tarik menjauh dari ombak tapi susah, terlalu berat," kata Ali.
Kini, hiu besar ini tergolek di pinggiran pantai dan menjadi tontonan ratusan warga dari sekitar kawasan Pantai Pelangi. Pantai Pelangi yang biasanya agak sepi itu pun menjadi lebih ramai dari biasanya menyamai keramaian Pantai Parangtritis di timurnya. "Nelayan menjuluki ikan ini Nagalintang," ujar Ali.
Program Manager Animal Friends Jogja (AFJ), organisasi penyayang binatang di Yogyakarta yang terus memantau peristiwa ini, mengatakan awalnya ada kesepakatan hiu di Pantai Pelangi akan ditenggelamkan. Namun, alat berupa perahu besar untuk menariknya ke tengah laut tak ada. "Senin AFJ akan berkoordinasi lagi dengan Tim SAR dan semua intansi terkait untuk membuat rencana penguburan bangkai hiu paus itu," ujar Dessy.
Menurut dia pada periode Mei hingga Juli merupakan masa reproduksi hewan laut yang hidup di karang dan koral. Pada masa ini banyak sperma biota laut terlepas di sekitar karang sehingga mengundang ikan-ikan kecil dan plankton mendatanginya karena ini sumber makanan berlimpah.
"Sementara hiu tutul atau hiu paus makanannya adalah ikan kecil dan plankton itu, makanya pasti ikan-ikan besar ini mendekati kawasan sekitar karang periode Mei sampai Juli," kata Donan kepada Tempo, Ahad, 5 Agustus 2012.
Periode ini, kata dia, ternyata bertepatan dengan menurunnya suhu kutub bumi, baik di selatan maupun utara, sehingga membuat rombongan whale shark ramai-ramai pergi ke perairan di tengah bumi untuk mencari kawasan yang lebih hangat.
Maka, lanjut dia, wajar banyak nelayan pesisir selatan jawa melihat gerombalan hiu bernama latin Rhyncodon Typus ini saat melaut ke tengah. Ikan ini suka berpindah-pindah tergantung banyak makanan dan kehangatan suhu perairan. "Mereka kosmopolitan, makanya selama ini sering muncul di laut selatan atau laut banda, tapi kemudian menghilang," kata Donan.
Saat hiu-hiu whale shark mendekati kawasan tumbukan karang di pesisir selatan Jawa inilah mereka mudah terdampar ke pantai. Kata Donan, morfologi karang pesisir selatan bergelombang atau sebagian menggunung dan lainya menurun membentuk palung dan lembah karang. "Kalau air pasang hiu ini bisa sampai ke lembah karang pesisir selatan, tapi saat air surut mereka pasti susah balik ke tengah karena badannya besar," Donan menjelaskan.
Donan menambahkan, hiu yang bukan tipe predator ganas tersebut mudah terseret ombak ke pantai saat mencoba kembali ke tengah laut sesudah mencari makan di lembah-lembah karang pesisir selatan Jawa.
Malangnya, kata Donan, meski hiu ini bisa membesar badannya seperti ikan paus sehingga disebut pula hiu paus, spesies whale shark bukan mamalia sehingga tetap bernafas dengan ingsang seperti ikan biasa. "Ikan ini mudah lemas kalau sudah terseret ombak ke sekitar pesisir yang dangkal, akibatnya mereka mudah terdampar kalau sudah begitu," Donan menambahkan.
Kata Donan hiu yang tak bergigi tajam ini satwa langka sehingga International Union for Conservation of Nature (IUCN) memberi status vulnerable (hampir punah). IUCN, kata dia mencatat hiu spesies ini populasinya hanya 200 sampai 400 ekor saja di seluruh dunia.
Karena itu, Donan berpendapat, bangkai hiu ini lebih baik diawetkan untuk keperluan pendidikan dan penelitian karena kajian terhadap spesies ini masih jarang di Indonesia. Tak mengherankan, kata Donan, sebutanya di Indonesia juga bisa hiu paus (karena badan besar seperti paus), tapi juga biasa disebut hiu tutul (karena badan penuh tutul. "Tapi pengawetan butuh dana besar, kalau tidak ada dana lebih baik dikubur, jika dikonsumsi bisa mendorong persepsi publik ikan ini berkhasiat sehingga akan memicu perburuan satwa langka," ujar dia.
Pada Jumat malam kemarin, satu lagi hiu tutul atau hiu paus terdampar di Pantai Pelangi, Dusun Mancingan, Kelurahan Parangtritis, Kecamatan Kretek, Bantul. Besar badan hiu ini hampir sama dengan ikan sejenis yang dua hari sebelumnya terdampar di Pantai Pandansimo, Kecamatan Srandakan Bantul. "Sekitar Pukul 19.00 posko kami menerima laporan warga ada ikan besar di pantai barat Parangkusumo, Setelah tengah malam sudah mendekati pantai dan masih megap-megap, tapi 4 jam kemudian mati," kata Ketua Tim Search and Rescue (SAR) Pantai Parangtritis, Ali Sutanto.
Proses evakuasi hiu ini cukup sulit mengingat volume badannya sebesar dua kali perahu nelayan. Puluhan anggota Tim SAR dan warga setempat baru bisa menarik badan hiu ke tepian pantai yang jauh dari terjangan ombak pada sekitar Pukul 11.00 Sabtu siang kemarin . "Semalaman kami coba tarik menjauh dari ombak tapi susah, terlalu berat," kata Ali.
Kini, hiu besar ini tergolek di pinggiran pantai dan menjadi tontonan ratusan warga dari sekitar kawasan Pantai Pelangi. Pantai Pelangi yang biasanya agak sepi itu pun menjadi lebih ramai dari biasanya menyamai keramaian Pantai Parangtritis di timurnya. "Nelayan menjuluki ikan ini Nagalintang," ujar Ali.
Program Manager Animal Friends Jogja (AFJ), organisasi penyayang binatang di Yogyakarta yang terus memantau peristiwa ini, mengatakan awalnya ada kesepakatan hiu di Pantai Pelangi akan ditenggelamkan. Namun, alat berupa perahu besar untuk menariknya ke tengah laut tak ada. "Senin AFJ akan berkoordinasi lagi dengan Tim SAR dan semua intansi terkait untuk membuat rencana penguburan bangkai hiu paus itu," ujar Dessy.
No comments:
Post a Comment