KENTUCKY - Seorang pria asal Negara Bagian Kentucky, Amerika Serikat (AS), Phillips Seaton, mendakwa dokter yang mengoperasinya karena dokter tersebut memotong beberapa bagian alat kelaminnya. Amputasi itu merupakan prosedur yang tidak diketahui oleh Seaton.
Pada 2007, Dr John Patterson menjalankan proses operasi untuk mengobati pembengkakan di alat kelamin Seaton. Namun pada saat operasi berlangsung, Patterson menemukan adanya kanker di bagian tubuh pasiennya yang harus segera diangkat.
Pengangkatan kanker itu ternyata harus diikuti pula dengan proses amputasi di beberapa bagian di alat kelamin Seaton. Pengacara Seaton menilai, peristiwa ini merupakan pengabaian medis.
Patterson seharusnya memberi tahu pasiennya terlebih dulu sebelum menjalankan proses amputasi. Seaton juga mengatakan bahwa, dirinya tidak pernah menyetujui proses amputasi terhadap alat kelaminnya.
"Masalahnya adalah, pasien memiliki hak. Dokter tidak berhak melakukan apapun yang diinginkannya, meski hal itu masuk akal," ujar pengacara Seaton, Kevin George, seperti dikutip Daily Mail, Rabu (12/9/2012).
Seaton dan istrinya mendakwa Patterson, pria itu juga mendakwa rumah sakit yang dikelola oleh warga Yahudi AS itu. Perdebatan mengenai kasus Seaton akan dimulai pada pekan ini di Pengadilan Kentucky.
Sementara itu, pengacara Patterson, Clay Robinson mengatakan, kasus hukum itu bukanlah merupakan kasus pengangkatan penis namun, kasus pengangkatan kanker. Sementara itu George kembali menegaskan, Seaton menandatangani dua surat persetujuan sebelum menjalankan operasi, namun sayangnya Seaton buta huruf.
Meski demikian, Seaton tidak pernah mengizinkan Patterson untuk mengamputasi alat kelaminnya. Seaton yang berambut putih itu juga tidak mau berkomentar lebih lanjut mengenai kasus ini.(AUL)
Pada 2007, Dr John Patterson menjalankan proses operasi untuk mengobati pembengkakan di alat kelamin Seaton. Namun pada saat operasi berlangsung, Patterson menemukan adanya kanker di bagian tubuh pasiennya yang harus segera diangkat.
Pengangkatan kanker itu ternyata harus diikuti pula dengan proses amputasi di beberapa bagian di alat kelamin Seaton. Pengacara Seaton menilai, peristiwa ini merupakan pengabaian medis.
Patterson seharusnya memberi tahu pasiennya terlebih dulu sebelum menjalankan proses amputasi. Seaton juga mengatakan bahwa, dirinya tidak pernah menyetujui proses amputasi terhadap alat kelaminnya.
"Masalahnya adalah, pasien memiliki hak. Dokter tidak berhak melakukan apapun yang diinginkannya, meski hal itu masuk akal," ujar pengacara Seaton, Kevin George, seperti dikutip Daily Mail, Rabu (12/9/2012).
Seaton dan istrinya mendakwa Patterson, pria itu juga mendakwa rumah sakit yang dikelola oleh warga Yahudi AS itu. Perdebatan mengenai kasus Seaton akan dimulai pada pekan ini di Pengadilan Kentucky.
Sementara itu, pengacara Patterson, Clay Robinson mengatakan, kasus hukum itu bukanlah merupakan kasus pengangkatan penis namun, kasus pengangkatan kanker. Sementara itu George kembali menegaskan, Seaton menandatangani dua surat persetujuan sebelum menjalankan operasi, namun sayangnya Seaton buta huruf.
Meski demikian, Seaton tidak pernah mengizinkan Patterson untuk mengamputasi alat kelaminnya. Seaton yang berambut putih itu juga tidak mau berkomentar lebih lanjut mengenai kasus ini.(AUL)
No comments:
Post a Comment